Selasa, 17 Maret 2009

s3PaTu


Sepatu hak tinggi meski sakit tetap digemari

Sepatu hak tinggi meski sakit tetap digemari

Sebagian besar manusia di dunia ini tidak benar-benar hidup untuk dirinya, contoh yang paling bagus adalah diri saya sendiri.

Sejak SMA sampai ke Universitas, mulai lulus sampai sekarang ini, saya berdomisili dan bekerja di Amerika, dan sepanjang perjalanan hidup ini terus berjuang dengan giat dan gigih, sedikit pun tidak boleh mengendur, yang menjadi tujuan saya hanyalah satu, adalah apa yang disebut keberhasilan dalam bisnis, seolah-olah nilai kehidupan dari seseorang itu hanya diukur dengan sekelumit keberhasilan dalam berbisnis.

Tetapi kadang kala, di malam yang sunyi senyap, dalam hati saya akan bertanya kepada diri sendiri, apakah kehidupan seperti ini yang saya inginkan?

Saat itu dari dalam tubuh saya akan terdengar suara yang menjawab dengan takut-takut, "Saya tidak suka menjadi seorang wanita karier, saya senang menjadi seorang ibu rumah tangga."

Tetapi entah bagaimana, ketulusan untuk harus berte-rus terang ini membuat saya menjadi sangat malu, oleh sebab itu bergegas saya memendam pikiran ini dalam hati, takut terdengar oleh orang lain.

Keesokan harinya, saya masih tetap bersikap sopan dan sungguh-sungguh pergi melaksanakan bisnis dengan giat. Tetapi sesungguhnya pe-ngejaran nama dan keuntungan ini tidak sesuai dengan saya, rasanya tidak nyaman seperti memakai sepasang sepatu mode masa kini yang terlalu sempit.

Orang lain yang melihat sepatu itu merasa indah dan mengagumkan, handai taulan yang melihat merasakan sudah seharusnya demikian, teman-teman yang melihat merasa bangga, tetapi rasa sakit yang dikarenakan kaki yang terjepit ini hanya orang yang memakai sepatu itu yang bisa merasakan bahwa kesengsaraan itu sulit untuk dikatakan.

Saya sangat mendambakan pada suatu hari nanti saya memiliki keberanian untuk mengganti sepatu itu. Mengganti sepatu itu dengan sepasang sepatu lain yang sudah kuno. Sepasang sepatu kain beralas rata untuk kaki yang lebar buatan nenek.

Jika dikenakan mungkin akan membuat pejalan kaki di jalanan berhenti untuk melihat dan menertawakannya, tetapi bagi saya yang mengenakan sepatu itu, akan dapat merasakan kesantaian dan kenyamanan, bisa melangkah lebar ke depan.

Saya bisa menegakkan kepala dan membusungkan dada, melangkah melewati orang-orang jalanan yang menertawai saya, meninggalkan mereka jauh di belakang.

Saya bisa bebas dan bergembira, berjalan ke seluruh dunia ke setiap tempat yang ingin saya tuju.

Mengganti sepasang sepa-tu, mencampakkan perasaan hati yang mengganjal, mengganti dengan suatu kehidupan baru, menjadi diri sendiri yang sebenarnya ... (The Epoch Times/lin)

Tidak ada komentar: